,

Peran Krusial Dosen Prodi Ekonomi Pembangunan sebagai Akademisi dalam Penetapan Upah Minimum DIY 2025

Dalam penetapan Upah Minimum (UM) dan Upah Minimum Sektoral (UMS) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun 2025 di tingkat provinsi maupun kabupaten, akademisi memiliki peran yang signifikan. Dalam hal ini adalah Priyonggo Suseno, S.E., M.Sc., Ph.D., dan Dr. Rokhedi Priyo Santoso, S.E., MIDEc., dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia, yang masing-masing berperan sebagai Wakil Ketua Dewan Pengupahan Provinsi DIY dan Kabupaten Sleman. 

Dalam wawancara eksklusif dengan keduanya, Priyonggo menjelaskan bahwa struktur Dewan Pengupahan DIY melibatkan berbagai unsur, yaitu pemerintah, buruh, perusahaan, dan akademisi. Tugas utama dari akademisi adalah memberikan literasi dan edukasi kepada seluruh anggota dewan tentang bagaimana seharusnya penetapan upah minimum yang sesuai secara akademik dan peraturan hukum. Adapaun Rokhedi berkata, “Peran akademisi itu netral. Kami tidak memiliki suara dalam negosiasi angka upah minimum. Tugas kami adalah mengkaji dan memberikan pertimbangan yang objektif kepada semua pihak terkait besaran kenaikan upah minimum,”. Ia juga menekankan pentingnya menjaga integritas dalam menyusun kebijakan yang dapat diterima oleh semua pihak.

UM 2025 di DIY  mengalami kenaikan sebesar 6,5% dari tahun sebelumnya. Hal ini didasarkan pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024. Namun, proses penetapannya tidak selalu berjalan dengan mulus. Priyonggo mengatakan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi di akhir November 2024 memang memperkuat peran Dewan Pengupahan, tetapi juga menghambat proses penetapan UM karena keputusan tersebut memerlukan penafsiran yang lebih mendetail. “Kami bekerja keras untuk menafsirkan keputusan MK tersebut dan menyesuaikannya dengan Permenaker. Dalam hitungan hari, kami sudah harus mengumumkan UM.” jelasnya.

Selain UM, penetapan UMS juga menjadi fokus utama. Hal ini juga menjadi tantangan karena implementasi UMS mengharuskan penerapan upah yang lebih besar. Maka, akademisi memainkan peran penting dalam mengedukasi bahwa UMS hanya diterapkan kepada sektor yang unggul saja. “Kita harus memastikan bahwa UMS hanya diterapkan pada sektor unggul yang benar-benar mampu membayar lebih tinggi dari UM,” ujar Priyonggo. Melalui musyawarah Dewan Pengupahan DIY, terdapat empat sektor yang disepakati, yaitu penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum, aktivitas keuangan dan asuransi, informasi dan komunikasi, serta konstruksi. 

Dalam sesi terakhir wawancara, Rokhedi mengungkapkan bahwa tidak ada tantangan berarti yang Ia hadapi. “Sebenarnya tidak ada tantangan yang signifikan karena apa yang dipelajari di Ekonomi Pembangunan itu benar-benar digunakan dalam memformulasikan kebijakan UM tersebut.”, jelasnya. Namun, memang diperlukan kehati-hatian dan kecermatan dalam menganalisis dan memberikan pertimbangan sebab setiap tambahan rupiah itu dapat mempengaruhi perekonomian suatu daerah. 

Kontribusi akademisi seperti yang dtunjukkan oleh Priyonggo Suseno, S.E., M.Sc., Ph.D., dan Dr. Rokhedi Priyo Santoso, S.E., MIDEc., menunjukkan betapa pentingnya peran ilmu pengetahuan dalam proses penyusunan kebijakan bagi masyarakat. Dengan pendekatan berbasis data dan analisis, akademisi membantu memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya memenuhi standar kesejahteraan ekonomi tetapi juga keadilan sosial bagi masyarakat. 

(YSH)